Di setiap ending akan selalu ada beginning.. di setiap beginning, selalu ada hal yg menjadi ending,, (ya muter muter aja di situu)
Setiap beginning slalu ada ending nya.. (*seperti kehidupan, yang akan selalu diakhiri dengan kematian, seperti mata air dan muara sungai, ada hulu dan ada hilir, bahkan rasa bahagia yg berakhir dan silih berganti dg rasa selainnya). nampaknya Itu sudah menjadi hukum alam yang gak pernah bisa di rubah manusia, udah jd sunnatulloh yg menyatu sama sistem aturan kehidupan dunia. yg bisa di lakukan manusia hanya ikhlas dan sabar dlm menjalani tiap detik hidupnya di dalam tata sistem aturan dan sunnatulloh nya.
Namun kiranya mejadi keliru juga klo keikhlasan dan kesabaran tsb hnya berpijak pada kepasrahan saja, namun juga sepatutnya didasarkan pada kesadaran dan keyakinan bahwa sistem aturan dan sunnatulloh itu sudah ada pada porsi keseimbangan bagi keharmonisan hidup manusa di dunia. Artinya, semua itu sudah menjadi “program” terbaiknya alam utk keberlangsungan dan kebahagiaan makhluq yg tinggal di dalamnya.
Mungkin dengan kesadaran dan keyakinan model begitu, mausia akan selalu bersyukur, ga gampang ngeluh, ga gampang putus asa, taat tunduk patuh pada aturan sunnatulloh ketika menginginkan pencpaian tertentu. yang ada bukan manusia yang mudah pasrah, namun justru menjadi manusia pembelajar yg terus mencari sunnatuloh demi pencapaian tujuan2 dan cita2 nya.
-----
Kembali pada the beginning and the ending. Ada kalanya pada permulaan terntntu, kita ga bs memastikan scara presisi bagaimana Ending dari beginning, akhir dr sbuah permulaan,, yg bs kita lakukan adalah berusaha semaksimal mungkin menjalani tiap proses menuju ending yang berakhir tanpa kekecewaan dan penyesalan.. sesuai dg harapan semua pihak yg terlibat, membawa maslahat , bukan mudhorot, baik utk kepentingan pribadi, pihak terkait, atau pihak eksternal.
Kadang merasa tidak adil, ketika sebuah proses yg sudah dimaksimalknan untuk ending yg ideal, namun dalam proses nya terhenti oleh faktor eksternal yg kita sendiri ga punya hak untuk menghentikan faktor eksternal yang menghentikan proses kita. Ibarat memulai untuk menumbuhkan benih padi di ladang, berharap benih itu tumbuh jadi padi, tumbuh subur berisi merunduk dan membawa maslahat buat sekitar. Utk itu kita menyediakan ladang untuk dtanami, bersedia ladang nya di ditanami oleh sang pemilik benih dengan bukan tanpa ada resiko, mesti ada konsekuensi yg di ambil sang pemilik ladang dalam memutuskan untuk memulai, dengan harapan ending padi subur berisi dan merunduk. Berjalannya waktu, daun padi pun perlahan tumbuh, belum ada bijinya. namun sang pemilik benih menghentikan pertumbuhannya, ya anggaplah pda di cabutin,, si pemilik ladang pun apa daya, toh dia yanng memiliki benih, dia berhak mencabutnya kapan saja dia mau, mgkin krn baru disadari bhwa ladang yg ternyata ga sesuai ekspektasi, ato bnyk kmungkinn faktor slelainnya, yaapa daya,meski kadang masih merasa tidak adil. entahlah,, apakah si pemilik ladang berhak merasa begitu
Ya hal itu sangat mungkin terjadi pada kehidupan nyata,, semakin membuktikan bahwa dalam setiap begining akan ada ending yang pada kasus tertentu ending yg terjadi sangat ga bisa di prediksi bagaimana itu berakhir. Pada titik ini, mungkin sebuah nasihat kalsik berlaku “manusia hanya bisa merencanakan, namun tuhan yang menentukan”. Lucu juga, nasihat itu ada benernya, meski lebih dari separuh pikiran dan perasaan ini sangat menolak nasihat itu, karena bukannya tuhan sudah membuat ketetapan jalan jalan yg gak kan berubah untuk setiap kejadian di bumi? Sekali nya itu mukjizat ?
Tp, Mungkin dg begitu manusia bisa lebih menyadari akan segala keterbatasannya, kekurangannya. Sematang-matangnya dia merencanakan, dan menghitung berbagai kemunginan yg terjadi, sangat memungkinkan dia melupakan variabel ketetapan tertentu yg luput dari perhitungannya. Dan dengan kesadaran atas segala keterbatasannya itu, setiap ending yg dia dapatkn dr bagaimnpun liku prosesnya, akan dijadikan sbg jalan untuk terus berlajar memaknai apa apa yang di alaminya. Tetap merendah namun tetep obyektif terhadap pencpaian yang pernah didapatkannya.
dr situ pun kita bisa belajar, ketika memulai sesuatu, perhitungkanlah bhwa ada kemungkinan ending yang ga sesuai dengan harapan, sebelum memulai, pastikan kita siap menerima ending yg g sesuai dengan harapan,, jangan coba2 masuk pada permulaan sebelum kamu memastikan kesiapanmu menghadapi kemungkinan ending yang gak sesuai dengan harapanmu,,
Sblum memulai, pastikan jg bhwa kita bisa pegang komitmen untuk konsis menjalani proses nya sampai akhir, terutama permulaan yang melibatkan orang lain, karena ketika orang itu bersedia untuk masuk pada permulaan, ada konsekuensi dan resiko yg mungkin dia pertaruhkan.. setiap pihak hrus mengharagai tiap konsekuensi yg saling dipertaruhkn,, nmun kadang yg sering jg persoalan disini adalah mata uang yg berbeda,, shingga kadang maksud penghargaan tidak selalu bermakna penghargaan,, seperti harga dollar yg ga berlaku di indo pd awal kemerdekaan akibat hiperinflasi kondisi ekonomi yg dialami indo saat itu. bkn salah indo yg ga nerima dolar, tp krn mmg dolar ga berlaku di indo saat itu
Terlepas dari itu, kita sendiri lah yang bertanggung jawab pada tiap keputusan yang di ambil, apapun resikonya harus dihadapi, dijalani n jadikan pembelajaran aja,, dengan gitu, ending yg ga ideal gak akan jadi bayang2 negatif yang bikin kita stuck disitu. Jadikan pembelajaran untuk terus maju menjalani kehidupan yang lebih positif, dengan bekal pengalaman yg kita maknai, jadikan itu bernilai..
“Everything has a beauty, but not
everyone sees it.” - Confucius
Setiap
sesuatu di dunia tidak ada yang diciptakan sia-sia. Selalu ada hikmah di balik
sebuah peristiwa. Hanya saja kita butuh kesadaran lebih untuk dapat melihatnya.
No comments:
Post a Comment