Faktanya, baik pria maupun wanita memiliki kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan yang kemudian dilanjutkan dengan berkarier. Biasanya, pria “diwajibkan” berkarier untuk menjadi tulang punggung keluarga, sedangkan wanita harus membuat keputusan terlebih dulu setelah menikah atau setelah memiliki anak.
"Umur berapa mau menikah ? umur berapa mau punya anak ?" mendapatkan pertanyaan itu saya bingung. Yg ada di benak saya adalah, lantas bagaimana dengan berbagai mimpi dan hal2 yang saya targetkan dalam hidup saya ? masih banyak hal yg belum bisa saya raih sampai saat ini, sampai untuk memikirkan memiliki anak pun mejadi ketakkutan sendiri bagi saya.
Kehadiran anak adalah tanggung jawab tersendiri, anak adalah amanah yang memiliki hak untuk diberikan kasih sayang, pendidikan, bimbingan dan lain sebagainya sebagai bekal hidup nya sebagai manusia. Dan menjadi kewajiban orang tua untuk memenuhi hak anak. Ini yg membuat saya berfikir bahwa kehadiran anak tidak selalu linier dengan banyak nya rejeki. Justru kehadiran anak mengharuskan si ortu mencari rejeki lebih banyak lagi.
Dan itu pula yang membuat saya takut memiliki anak. Takut dengan berbagai konsekuensi nya. Takut pada berbagai impian saya yang bisa jadi kandas karena bertambahnya tanggung jawab menjadi seorang ibu. Takut saya dholim pada anak saya jika saya tidak memberikan hak-hak dasarnya.
Ada hak-hak anak yang bagi saya hanya bisa dipenuhi oleh sang ibu saja, dan ada yang harus dipenuhi oleh sang ayah saja. Keduanya memiliki peran yang sama dalam pemenuhan hak si anak.
Saat itu saya berfikir peranan ibu lebih dominan dibandingkan peran sang ayah dalam memenuhi hak si anak, yang mengharuskan si ibu mencurahkan tanaga, waktu dan perasaan lebih banyak untuk si anak dibanding sang ayah. Sekilas dalam pemikiran saya, itu tidak adil. Saya merasa ada hak saya yang dirampas. Ada yg saya inginkan namun dibatasi oleh hal ini sementara si pria lebih leluasa tanpa batasan kodratnya.
Dalam heningnya sholat, masih terpikir akan ketakutan tersebut. hening membawa kejernihan, disana saya dapati suatu bayangan, yg nampak begitu jelas, sy lihat kedalam diri saya, bahwa saya egois.
Jika semua INGIN menjadi ilmuwan, lantas siapa yang menjadi eksekutor?. Jika semua jadi INGIN jadi pengusaha, lantas siapa yang mnjd pemerintah? Lelaki dan perempuan berhak menjadi apapun tanpa harus egois pada apa yang DIINGINKAN egonya.
Sampai pada kesimpulan bahwa bukan Kamu menjadi apa, melainkan Kamu Berperan apa ? sesuai dengan kodrat dan kapasitas, tanpa membatasi pilihan. kapasitas dan kodrat tidak lantas menjadi pembatas optimalitas dalam berperan, bagiku, berperan bukan pada hal apa yg diinginkan, melainkan hal apa harus dilakukan for a Good siciety.
Apa yang kamu baik, belum tentu baik bagimu dan lingkunganmu..
Dan allah tidak akan memberikan ujian melebihi kapasitas manusia yg di uji
Adil tidak sama dengan sama ..
Dek, ikhlas lah pada hidup, sabar pada ketetapan, istiqomah, tersenyum, bersyukurlah dan selamat menikmati perjalanan persinggahan hidup..

No comments:
Post a Comment